PEMBAHASAN
A. Tuhan Yang Maha Esa dan KeTuhanan
1. Pengertian
Secara bahasa (etimologi) aqidah artinya ketetapan yang tidak ada
keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam
agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti
aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul.
Aqidah
|
Ilmu Tauhid
|
Iman
|
Secara istilah (terminologi) aqidah yaitu perkara yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu
kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan
kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu
keraguan apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan
kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut
tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah.
Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
Iman dari bahasa Arab
yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah
membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan
(perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan
dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan
kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Sedangkan
ilmu tauhid secara umum diartikan dengan ilmu yang membicarakan tentang
cara-cara menetapkan aqidah agama dengan menggunakan dalil-dalil yang
meyakinkan, baik dalil naqli, dalil aqli maupun dalil perasaan (wujdan).
Sarjana barat menterjemahkan Ilmu Tauhid ke bahasa mereka dengan “Theologi Islam”. Secara etimologi
“Theologi” itu terdiri dari dua kata yaitu “theos”
berarti “Tuhan” dan “Legos” berarti ilmu. Dengan demikian
dapat diartikan sebagai ILMU KETUHANAN.
2. Klasifikasi Ilmu yang
Membicarakan ke-Maha Esaan Tuhan
Ilmu yang membicarakan ke-Maha Esaan Tuhan dapat dikelompokkan sebagai berikut, yaitu :
a. Tauhid Uluhiyah, yaitu :
1) Mengakui bahwa hanya Allah Tuhan yang
berhak sembah, tidak ada sekutu baginya.
2) MengEsakan Allah dengan perbuatan para
Hamba berdasarkan niat taqarrub disyari'atkan seperti Do'a, Kurban,
Shalat, Puasa, dll.
b. Tauhid Rububiyah
1) Mengakui bahwa adalah Rob segala
sesuatu, Pemilik, Pencipta, Pemberi Rizki, dll.
2) MengEsakan Allah Ta'ala dengan segala
perbuatanNya dengan menyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap
makhluk.
3. Sifat-Sifat Allah SWT
Sifat-sifat Allah SWT terdiri dari :
a. Sifat Nafsiyah :
1) Wujud (Ada)
b. Sifat Salbiyah :
1) Qidam (Sedia/Terdahulu)
2) Baqo (Kekal)
3) Mukhalafatuhu Lil Hawadits (Bersalahan
bagi segala yang baharu)
4) Qiyamuhu bi Nafsihi (Berdiri Sendiri)
5) Wahdaniyat (Esa)
c. Sifat Ma'ani :
1) Qudrat (Kuasa)
2) Irodah (Berkehendak)
3) Ilmu (Tahu)
4) Hayat (Hidup)
5) Sama' (Mendengar)
6) Bashar (Melihat)
7) Kalam (Berkata-kata)
d. Sifat Ma'nawiyah :
1) Qoodiran (Yang Kuasa)
2) Muridan (Yang Berkehendak)
3) Aa'liman (Yang Mengetahui)
4) Hayyun (Yang Hidup)
5) Samii'an (Yang Mendengar)
6) Bashiran (Yang Melihat)
7)
Mutakalliman
(Yang Berkata-kata).
4. Asmaul Husna
Asmaul Husna ada 99 seperti kita ketahui, af’al
(perbuatan)
a. Semua perbuatan
adalah dari Allah SWT baik ataupun yang buruk.
b. Allah SWT menyuruh yang baik tinggalkan
yang buruk.
5. Keimanan dan Ketaqwaan
a. Keimanan
Iman mengandung arti percaya. Iman ialah pengakuan
hati yang terbukti dengan perbuatan, yang diucapkan oleh lidah menjadi
keyakinan hati. 3 unsur iman, yaitu
:
1) Menyakini dalam hati.
2) Mengucapkan secara lisan.
3) Membuktikan dengan perbuatan ibadah.
b. Ketaqwaan
Taqwa berasal dari kata wiqoyah yang mengandung arti : takut, menjaga
diri, memelihara, tanggung jawab, dan memenuhi kewajiban. Menurut H.A. Agus
Salim, taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada
terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu
berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat
salah dan melakukan kejahatan terhadap orang lain, diri sendiri dan
lingkungannya.
c. Filsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran
tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, maka dipakai pendekatan yang disebut
filosofis. Bagi kita yang menganut agama Islam tertentu akan menambahkan
pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah
pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang
dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut
atau mutlak, namun mencari pertimbangan
bagi
manusia untuk sampai pada kebenaran
tentang
Tuhan. Agama :
Studi tentang tabiat Allah dan kepercayaan.
Ide
tentang Allah pada orang beragama secara umum
biasanya dijelaskan dalam tabiat Allah; "Yang Maha Tinggi" (Anselmus
mengatakan: "Allah adalah sesuatu yang lebih besar dari padanya tidak
dapat dipikirkan manusia)Yang Maha Besar, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Baik dan
sebagainya. Menurut Anselmus, ajaran-ajaran kristiani bisa dikembangkan dengan
rasional, jadi tanpa bantuan otoritas lain (Kitab Suci, wahyu, ajaran Bapa
Gereja). Bahkan
ia bisa menjelaskan eksistensi Allah dengan suatu argumen yang bisa diterima
bahkan juga oleh mereka yang tidak beriman. Eksistensi
Allah dimulai dari pikiran manusia yang menerima begitu saja ajaran agama,
namun juga menanyakannya dari siapa dan mengapa dirinya ada, alam alam, dan
Allah sendiri bisa diterima adanya.
Beberapa
sikap orang beriman dalam mencari pencerahan akan adanya Allah. Manusia yang menerima begitu
saja dikarenakan ajaran turun-temurun dari para pendahulunya, manusia
ditekankan harus percaya, bahkan tanpa bertanya. Manusia mulai bertanya
mengapa dirinya ada? Mengapa
alam ada? Kemudian
menanyakan Allah terkait; siapa, isinya, dan mengapa Dia ada? Semua jawaban itu akan
dijawab oleh para ahli dalam bidang yang disebut teologi;
theos dan logos, ilmu tentang hubungan manusia dan ciptaan dengan Allah. Jawaban-jawabannya bisa
sangat beragam, tergantung agama
dan kepercayaan yang mana yang memberikan jawaban. Namun setidaknya ada
beberapa kesimpulan yang mereka berikan sebagai jawaban, yaitu:
1) Allah ada, dan adanya Allah itu dapat
dibuktikan secara rasional.
Oleh karena itu filsafat berusaha
membuktikan keyakinan-keyakinan manusia itu melalui berbagai jalan.
B.
Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi
oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam
masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan
perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850). Bila pemaknaan tersebut
dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan
oleh masyarakat manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah
kehidupan manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang
berselisih dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu
Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak
manusia bukan masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan pertengkaran yang
terjadi saat ini adalah mencontoh nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan
pertengkaran memang sudah sehakekat dengan kehidupan manusia sehingga dambaan
terhadap “kerukunan” itu ada karena “ketidakrukunan” itupun sudah menjadi kodrat
dalam masyarakat manusia? Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan
menginginkan jawaban akan tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu
senantiasa bergelut dengan tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan
kenyataan, antara cita-cita dan yang tercipta. Manusia ditakdirkan
Allah Sebagai makhluk sosial
yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai
makhluk sosial,
manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
1. Kerjasama
antar umat islam
Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan
salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam. Al Qur’an menyebutkan
kata yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut
berbagai persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan
agama.
Ukhuwah yang islami dapat empat macam, yaitu
:
a. Insaniyah (basyariyah),
dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena semua ber–ukhuwah ’ubudiyah atau
saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
b. Ukhuwah asal dari ayah dan ibu yang
sama; Adam dan Hawa.
c. Ukhuwah wathaniyah wannasab, yaitu persaudaraan dalam
keturunan dan kebangsaan.
d. Ukhuwwah fid din al Islam, persaudaraan
sesama muslim.
Esensi
dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian,
kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi
menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang
mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggot
atubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang
berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan
muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat
oleh kesamaan aqidah.Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam
dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.Salah satu masalah
yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan
persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah.Salah satu sebab rendahnya
rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya
penghayatan terhadap nilai-nilai Islam.
2. Persatuan di kalangan muslim tampaknya
belum dapat diwujudkan secara nyata.
Perbedaan kepentingan dan golongan
seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya diawali
dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu fenomena.
Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan
pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan
berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada
dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi
perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran.
Untuk menghindari perpecahan di kalangan
umat Islam dan memantapkan
ukhuwah islamiyah para ahli menetapkan tiga konsep, yaitu:
a. Konsep tanawwul al ’ibadah
(keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang
dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan
akan kebenaran semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah.
Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku
Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits).
b. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu
ajrun (yang
salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep ini mengandung arti
bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa,
bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang
diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan
yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita
ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang
yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang
yang memiliki otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
c.
Konsep
la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu
hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita
pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara
pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan
hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk
menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan
hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu
berbeda-beda.Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam
mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu
hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi terhadap
firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk
terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan
permusuhan. Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan
pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila
telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan
kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.
3. Kerjasama Beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran
Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam
kalangan masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun,
sebab secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun
dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep Al Qur’an
dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran Islam
secara konsekwen dapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan. Demikian pula
pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa, nilai-nilai ajaran
Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam
suatu kesatuan kebenaran dan keadilan. Dominasi salah satu etnis atau negara
merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai
kebenaran dan keadilan yang bersifat universal.Universalisme Islam dapat
dibuktikan anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam
menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan
alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama
menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu
masyarakat yang homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah, yakni membaca syahadat.
Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia
tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali.
Ditinjau dari segi sosiologi,
universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua manusia agar
mereka menganut agama islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat
Islam secara khususu untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka
ikuti.Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu
akibat wajar dari ajaran Al-Qur’an .
Melihat Universalisme Islam di atas
tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan
secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan mengedepankan
kedamaian.; menghindari
pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar.
Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi
hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku, bangsa dan agama. Hubungan antara muslim
dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja
sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak
intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial
kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama yang baik. Kerja sama antar umat
bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak
dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang
ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang
berada dalam ruang lingkup kebaikan.
C.
Pandangan Agama Di Indonesia
Terhadap Pratek Kebidanan
1. Peran Agama dalam Kebidanan
Agama dapat memberikan petunjuk/pedoman
pada umat manusia dalam menjalani hidup meliputi seluruh aspek kehidupan.
Selain itu agama juga dapat membantu umat manusia dalam memecahkan berbagai
masalah hidup yang sedang dihadapi. Adapun aspek-aspek pendekatan melalui agama
dalam memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan diantaranya:
a. Agama memberikan petunjuk kepada manusia
untuk selalu menjaga kesehatannya
b. Agama memberikan dorongan batin dan
moral yang mendasar dan melandasi cita-cita dan perilaku manusia dalam
menjalani kehidupan yang bermanfaat baik bagi dirinya, keluarga, masyarakat
serta bangsa.
c. Agama mengharuskan umat manusia untuk
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam segala aktivitasnya
d.
Agama
dapat menghindarkan umat manusia dari segala hal-hal/perbuatan yang
bertentangan dengan ajarannya.
2. Upaya pemeliharaan kesehatan
Upaya dini yang dilakukan dalam
pemeliharaan kesehatan dimulai sejak ibu hamil yaitu sejak janin di dalam
kandungan. Hal tersebut bertujuan agar bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat
begitu juga dengan ibunya. Kesehatan merupakan faktor utama bagi umat manusia
untuk dapat melakukan/menjalani hidup dengan baik sehingga dapat terhindari
dari berbagai penyakit dan kecacatan. Ada beberapa langkah yang dapat
memberikan tuntunan bagi umat manusia untuk memelihara kesehatan yang
dianjurkan oleh agama antara lain :
a. Makan makanan yang bergizi
b. Menjaga kebersihan
c. Berolah raga
d.
Pengobatan
diwaktu sakit
3. Upaya pencegahan penyakit
Dalam ajaran agama pencegahan penyakit
lebih baik dari pada pengobatan di waktu sakit. Adapun upaya-upaya pencegahan
penyakit antara lain:
a. Dengan pemberian imunisasi. Imunisasi dapat
diberikan kepada bayi dan balita, ibu hamil, WUS, murid SD kelas 1 sampai kelas
3.
b. Pemberian ASI pada anak sampai berusia 2
tahun.
c. Memberikan penyuluhan kesehatan. Dapat
dilakukan pada kelompok pengajian, atau kelompok-kelompok kegiatan keagamaan
lainnya.
4. Upaya pengobatan penyakit
Nabi saw bersabda : ” Bagi setiap
penyakit yang diturunkan Allah, ada obat yang diturunkan-Nya.”
Dalam hati ini umat manusia dianjurkan untuk berobat
jika sakit.
Pandangan agama terhadap pelayanan Keluarga Berencana. Ada dua pendapat mengenai hal tersebui yaitu memperbolehkan dan melarang penggunaan alat kontrasepsi. Karena ada beberapa ulama yang .mengatakan penggunaan alat kontrasepsi itu adalah sesuatu/hal yang sangat bertentangan dengan ajaran agama karena berlawanan dengan takdir/kehendak Allah. Pendapat/pandangan agama dalam pemakaian IUD. Ada dua pendapat yaitu memperbolehkan/menghalalkan dan melarang/mengharamkan.Pendapat/pandangan agama yang memperbolehkan/menghalalkan pemakaian kontrasepsi IUD :
Pandangan agama terhadap pelayanan Keluarga Berencana. Ada dua pendapat mengenai hal tersebui yaitu memperbolehkan dan melarang penggunaan alat kontrasepsi. Karena ada beberapa ulama yang .mengatakan penggunaan alat kontrasepsi itu adalah sesuatu/hal yang sangat bertentangan dengan ajaran agama karena berlawanan dengan takdir/kehendak Allah. Pendapat/pandangan agama dalam pemakaian IUD. Ada dua pendapat yaitu memperbolehkan/menghalalkan dan melarang/mengharamkan.Pendapat/pandangan agama yang memperbolehkan/menghalalkan pemakaian kontrasepsi IUD :
a. Pemakaian IUD bertujuan menjarangkan
kehamilan.
Dengan
menggunakan kontrasepsi tersebut keluarga dapat merencanakan jarak kehamilan
sehingga ibu tersebut dapat menjaga kesehatan ibu, anak dan keluarga dengan
baik.
b. Pemakaian IUD bertujuan menghentikan
kehamilan.
Jika
didalam suatu keluarga memiliki jumlah anak yang banyak, tentunya sangat
merepotkan dan membebani perekonomian keluarga. Selain itu bertujuan memberikan
rasa aman kepada ibu. Karena persalinan dengan factor resiko/resiko tinggi
dapat mengancam keselamatan jiwa ibu. Agar ibu dapat beristirahat waktu
keseharian ibu tidak hanya digunakan untuk mengurusi anak dan keluarga.
Pendapat/pandangan agama yang
melarang/mengharamkan pemakaian kontrasepsi IUD
a. Pemakaian IUD bersifat aborsi, bukan
kontrasepsi
b. Mekanisme IUD belum jelas, karena IUD
dalam rahim tidak menghalangi pembuahan sel telur bahkan adanya IUD sel mani
masih dapat masuk dan dapat membuahi sel telur (masih ada kegagalan).
c. Pemakaian IUD dan sejenisnya tidak
dibenarkan selama masih ada obat-obatan dan alat lainnya. Selain itu pada waktu
pemasangan dan pengontrolan IUD harus dilakukan dengan melihat aura wanita.
Pelayanan kotrasepsi system operasi
yaitu MOP dan MOW juga mempunyai dua pendapat/pandangan yaitu memperbolehkan
dan melarang. Pendapat/pandangan yang memperbolehkan:
a. Apabila pasangan suami istri dalam
keadaan yang sangat terpaksa dalam kaedah hukum mengatakan ” Keadaan darurat
memperbolehkan hal-hal yang dilarang dengan alasan kesehatan/keselamatan jiwa
“.
b. Begilu. juga halnya mengenai melihat
aura orang lain apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan dan tindakan
hal tersebut dapat dibenarkan.
Pandangan/pendapat
yang melarang :
a. Sterilisasi berakhir dengan kemandulan.
Hal ini bertentangan dengan tujuan utama perkawinan yang mengatakan bahwa
perkawinan bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat juga untuk
mendapatkan keturunan.
b. Mengubah ciptaan Tuhan dengan cara
memotong atau mengikat sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran
mani/tuba).
c.
Dengan
melihat aura orang lain.
1. Larangan profesi dalam kebidanan yang
bertentang dengan agama (Aborsi)
Pembunuhan banyak macamnya, tetapi
ulama fikih menyepakati dua macam pembunuhan, yaitu pembunuhan sengaja dan
pembunuhan tak sengaja, karena keduanya disebutkan di dalam Al Qur’an dan Al
Karim. Pembunuhan dengan
sengaja terdapat di dalam banyak ayat, antara lain firman Allah,
“Dan
barangsiapa yang mebunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah
jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An-Nisaa’ (4): 93)
Sedangkan
pembunuhan dengan tidak sengaja ditunjukkan oleh firman Allah,
“Dan
tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang
mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman serta membayar diat yang diserahkkan kepada keluarganya (si terbunuh
itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah…”(Qs. An-Nisaa’
(4) 92)
Ulama fikih madzhab Hanafi, Syafi’i dan
sebuah riwayaat dari Iman Malik, berpendapat bahwa pembunuhan memiliki jenis
ketiga, yaitu pembunuhan syibhul ‘amdi (serupa kesengajaan).
Meskipun tidak disebutkan di dalam Al
Qur’an , tetapi jenis pembunuhan ini disebutkan dalam sumber syariat kedua
–Sunnah Nabawiyyah Muthahharah, yaitu dalam sabda Nabi SAW, “Korban pembunnuhan
karena kesalahan menyerupai sengaja, korban pembunuhan dengan cambuk dan
tongkat, (tebusannya) seratus unta, empat puluh di antara nya mengandung anak
unta didalam perutnya”
Sebagian ulama fikih madzhab Hanafi,
berpendapat bahwa pembunuhan memiliki lima jenis, tiga jenis diantaranya telah
disebutkan yaitu sengaja, ttak sengaja, dan menyyerupai kesengajaan. Lalu,
pembunuhan yang terjadi karena suatu kesalahan yang tidak disengaja, yaitu
pembunuhan yang mencangkup alasan syar’i yang diterima, seperti orang tiidur
berbalik menimpa orang lain hingga membunuhnya. yang kelima yaitu pembunuhan
dengan sebab, yakni pembunuhan yang terjadi dengan perantara, seperti orang
menggali lubang atau sumur di tanah yang bukan miliknnya, atau dijalan umum
lalu ada seseorang jatuh kedalam nya dan mati. dalam hal ini, saksi-saksi
qishash (hukuman) saat menarik kesaksian mereka setelah si terdakwa dihukum
mati akibat kesaksian mereka, berarti mereka membunuhnya karena sebab.
2. Tugas Pokok Profesi Kebidanan
Hak, kewajiban dan tanggung jawab. Hak dan kewajiban adalah
hubungan timbal balik dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pasien memiliki hak
terhadap bidan atas pelayanan yang diterimanya. Hak pasti berhubungan dengan
individu, yaitu pasien, sedangkan bidan mempunyai kewajiban untuk pasien, jadi
hak adalah sesuatu yang diterima oleh pasien sedang kewajiban adalah suatu yang
diberikan oleh bidan.
a. Kewajiban Bidan
1) Bidang wajib mematuhi peraturan rumah
sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit
bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
2) Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan
kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.
3) Bidan wajib meruju pasien dengan
penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan kahlian sesuai dengan
kebutuhan pasien.
4) Bidan wajib memberi kesempatan kepada
pasien untuk di dampingi suami atau keluarga
5) Bidan wajib memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menjalankan ibadah sesuai degnan keyakinannya.
6) Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang seorang pasien.
7) Bidan wajib memberikan informasi yang
akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta resiko yang mungkin timbul
8) Bidan wajib meminta persetujuan tertulis
atas tindakan yang dilakukan
9) Bidan wajib mendokumentasikan asuhan
kebidanan yang diberikan
10) Bidan wajib mengetahui perkembangan
IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal, non formal
11) Bidan wajib bekerja sama denagn profesi
lain dan pihak terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.
b. Larangan Bagi Seorang Bidan Secara Umum
Maupun Dalam Agama
1) Bidan di larang melakukan Aborsi
2) Bidan di larang memakai perhiasan saat
menolong persalinan
3) Bidan di larang berkuku panjang karena
berbahaya bagi keselamatan ibu dan bayi
4) Bidan di larang menceritakan apapun yang
terjadi saat menolong persalinan kecuali di mintai keterangan oleh pihak
pengadilan.
5) Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI
pada situasi yang tidak diperbolehkan, seperti : sekalipun upaya untuk
memberikan ASI
digalakkan tetapi pada beberapa kasus pemberian ASI tidak dibenarkan:
6) Tidak mau bekerja sama dengan Dukun
beranak
7) Melaksanakan tugasnya yang bertentangan
dengan UU kebidanan dan tidak sesuai dengan kode etik kebidanan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Allah SWT ada,
dan adanya Allah itu dapat dibuktikan secara rasional. Manusia ditakdirkan
Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial
dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama
dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material
maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan
tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja
tanpa batasan ras, bangsa, dan agama. Dalam hal hubungan agama dengan kesehatan
adalah melalui aspek-aspek pendekatan melalui agama dalam memberikan pelayanan
kebidanan dan kesehatan. Agama dapat memberikan petunjuk/pedoman pada umat
manusia dalam menjalani hidup meliputi seluruh aspek kehidupan. Selain itu
agama juga dapat membantu umat manusia dalam memecahkan berbagai masalah hidup
yang sedang dihadapi.
B. Saran
Dari keseluruhan
makalah ini penulis di sarangkan bahwa dalam penulisan makalah ini, masih
banyak kekurangan yang ada maka penulis mengharap saran dan kritikan dari para
pembaca (dosen, kakak semester serta teman serekam) sangat di harapkan untuk
penulis dari penyempurnaan makalah berikutnya atau masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, "Al-Qur'an dan
terjemahnya", PT K. Grafindo, Semarang, 1994.
Harun Nasution, Prof.Dr., "Teologi
Islam: Aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan", UI-Press, Jakarta,
1986.
H. Mahmud Yunus, Prof.Dr., "Tafsir Quran
Karim", PT MY. Wadzuryah, Jakarta, 2006.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, "Qadla dan
Qadar: Ulasan tuntas masalah takdir", Pustaka Azzam, 2006.
Idrus H. Alkaf, "Ihtisar hadits:
Shahih Bukhari", CV Karya utama, Surabaya.
Imam Al-Ghazali, "Ihya'
Ulumiddin", Jilid 8, CV Asy syifa', Semarang, 2003.
Imam Al-Ghazali, "Misykat
cahaya-cahaya", Mizan, Bandung, 1993.
Imam Al-Ghazali, "Mutiara Ihya'
Ulumuddin", Mizan, Bandung, 2001.
Mustofa Muhammad Asy Syak'ah, Dr.,
"Islam tidak bermazhab", Gema Insani Press, Jakarta, 1994.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah
At-Tuwaijiri, "Ensiklopedia Islam AL-KAMIL", Darus Sunnah, Jakarta,
2007.
Syamsul Rijal Hamid, "Buku pintar
agama Islam", Cahaya Salam, Bogor, 2005.
Widjiono Wasis, "Almanak jagad
raya", Dian Rakyat, Jakarta, 1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar