BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sampah
merupakan material sisa baik dari hewan maupun manusia yang tidak terpakai lagi
dan dilepaskan ke alam dalam bentuk padatan, cair ataupun gas. Dampak
pengelolaan sampah yang kurang baik pada beberapa bidang adalah contoh konkret bahwa
pengelolaan sampah yang kurang baik telah merugikan berbagai aspek. Sehingga
mencari solusi dan penyelesaiannya merupakan suatu keharusan untuk dilakukan.
Memang lingkungan memiliki daya dukung dan daya tampung yang dapat
menyeimbangkan/memperbaiki kembali kondisi lingkungan dengan sendirinya, namun
proses daya dukung dan daya tampung memiliki batas tertentu dan membutuhkan
pelestarian dari manusia guna memaksimalkan daya dukung dan daya tampungnya.
Permasalahan
sampah merupakan hal yang krusial. Bahkan permasalahan sampah dapat dikatakan
sebagai masalah kultural karena dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan,
mulai bidang kesehatan, pembangunan, sosial ekonomi, hingga politik. Tingginya
tingkat produksi sampah menjadi salah satu penyebab semakin parahnya dampak yang
ditimbulkan oleh sampah, hasil penelitian yang dilakukan oleh National Urban
Development Strategy (NUDS) dalam Sudrajat (2012:9) di beberapa kota di
Indonesia pada tahun 2009 menunjukkan bahwa rata-rata setiap orang memproduksi
sampah sekitar 0,5 Kg/hari.
Perkotaan
yang menjadi pusat aktivitas masyarakat menjadi tempat paling banyak menimbulkan
permasalahan sampah. Dengan kepadatan penduduk yang tinggi, sudah barang tentu sampah
yang dihasilkan juga lebih banyak dari pada tempat lain. Tingginya aktifitas
diperkotaan telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang untuk
melakukan urbanisasi, sehingga semakin lama peningkatan kepadatan penduduk
diperkotaan dapat dipastikan akan selalu tejadi. Diperkirakan sekitar 2/3 dari
jumlah penduduk bertempat tinggal didaerah perkotaan.
Selain
itu, penanganan sampah perkotaan yang telah dilakukan masih sangat buruk. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Tim Penulis Penebar Swadaya (2008),
pada tahun 2004, baru sekitar 41,28 persen sampah perkotaan terangkut petugas,
35,59 persen dibakar, 7,97 persen ditimbun, 1,15 persen diolah menjadi kompos
dan sisanya 14,01 persen dibuang sembarangan.
Dari
sisi negatifnya, hal ini tentu sangat mengharukan karena dalam sampah terdapat
berbagai macam sumber penyakit yang dapat menyerang setiap orang yang apabila
dalam ketahanan tubuhnya kurang fit maka akan terjangkiti. Selain itu dari sisi
positifnya, sampah juga dapat memberikan nilai ekonomis jika dikelola dengan
benar.
Berbicara
mengenai penanganan sampah, tak dapat dilepaskan dari keterlibatan pemulung sampah
yang sangat membantu mengurangi volume sampah. Pemulung sampah, yaitu pemulung
yang intens melakukan aktifitas memulung sampah sebagai pekerjaan utama dalam
mendapatkan penghasilan. Peran pemulung dalam pengurangan volume sampah sangat
sentral. Cukup besarnya pengurangan volume sampah yang dapat dilakukan pemulung
sampah membuat peran pemulung dalam penanganan sampah perlu didukung. Oleh
karena itu, penulis merasa perlu meneliti nilai tambah ekonomi sampah pada
rumah tangga pemulung, guna melihat kesejahteraan ekonomi rumah tangga pemulung
dan diangkat menjadi suatu karya ilmiah yang diberi judul “Pengaruh Tempat
Pembuangan Sampah Terhadap Perekonomian Keluarga Pemulung”.
B.
Tujuan
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh tempat pembuangan
sampah terhadap perekonomian keluarga pemulung.
BAB II
PEMBAHASAN
Sampah
merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.
Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam
proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya
produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut
berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep
lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya, yaitu :
1.
Berdasarkan
sumbernya, terdiri dari sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, sampah
nuklir, sampah industri dan sampah pertambangan.
2.
Berdasarkan
sifatnya, terdiri dari sampah organik - dapat diurai (degradable). Sampah
Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,
daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi
kompos dan Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable). Sampah
Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah
pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng,
kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah
yang laku dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik
yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas
bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.
3.
Berdasarkan
bentuknya, menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai: Sampah padat. Sampah
padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah
cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik,
metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi
sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang
berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa
sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga,
potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.
Selain sampah padat ada juga sampah cair, yaitu bahan cairan yang telah
digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
a.
Limbah
hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen
yang berbahaya.
b.
Limbah
rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat
cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas.
Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah
dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.
4.
Berdasarkan
kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi
menjadi:
a.
Biodegradable:
yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik
aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian
dan perkebunan.
b.
Non-biodegradable:
yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi
menjadi:
1)
Recyclable:
sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara
ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
2)
Non-recyclable:
sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah
kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
Dalam
kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri
(dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan
konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu,
dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
Lebih
jelas Basriyanta menjelaskan tentang bagaimana sampah dapat memiliki nilai ekonomi,
Basriyanta (2007:17) menyampaikan bahwa sampah merupakan barang yang dianggap sudah
tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa
dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar.
Secara
umum proses pengelolaan sampah yang dilakukan pemulung dari barang yang tidak
memiliki ekonomi hingga memiliki nilai ekonomi berawal dari adanya Tempat Pembuangan
sampah Akhir, kemudian pemulung sampah mencari sampah yang dapat mereka jual
dengan menyortirnya berdasarkan jenisnya, setelah itu pemulung menjualnya
kepada pengepul sampah. Setelah proses penyortiran oleh pengepul selesai, maka
pengepul akan menimbang sampah dan membayar sejumlah uang sesuai harga pasaran
sampah berdasarkan jenisnya kepada pemulung sampah.
Hal
tersebut dilakukan karena dirasa lebih mudah dalam pengerjaannya, bukan
dikarenakan terbatasnya kemampuan pemulung dalam melakukan pengelolaan sampah
dengan tipe pengelolaan lainnya. Untuk mendaur ulang sampah, diperlukan campur
tangan atau peran dari pemerintah yang dalam hal ini melalui Dinas Kebersihan
dan Pertamanan. Pemerintah dapat membantu memberdayakan pemulung dengan cara mensosialisasikan
pengelolaan sampah hingga memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Kebanyakan
orang dihadapkan pada persoalan ekonomi untuk pertama kali dalam lingkungan
rumah tangga, memang istilah ekonomi berasal dari lingkungan rumah tangga. Kata
ekonomi dibentuk dari dua kata dalam bahasa asing (Yunani), yaitu “oikos” yang
berarti rumah tangga dan “nomos” yang berarti aturan, tata atau ilmu. Sehingga
arti kata ekonomi adalah aturan atau pedoman untuk mengatur rumah tangga
(Gilarso, 2004:60). Tujuan dari adanya aturan atau pedoman yang mengatur rumah
tangga yaitu untuk mencapai kesejahteraan, namun sangatlah sulit menilai
kesejahteraan ekonomi masyarakat. Meskipun suatu rumah tangga memiliki
penghasilan, kebutuhan selalu berkembang, sehingga dapat dikatakan
kesejahteraan ekonomi tak akan pernah tercapai. Sebagaimana pendapat Gilarso (2004:61),
Idealnya setiap rumah tangga mempunyai penghasilan yang cukup besar sehingga dapat
membiayai semua kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataan, hal ini masih jauh
dari harapan. Sementara itu, kebutuhan dan keinginan berkembang demikian
cepatnya sehingga berapapun besarnya penghasilan akan selalu tidak cukup untuk memenuhi
segala kebutuhan dan keinginan tersebut.
Pengelolaan
sampah yang dilakukan pemulung sampah telah menimbulkan pendapatan bagi
pemulung sampah. Pendapatan yang timbul akibat adanya sampah menurut ilmu
ekonomi merupakan eksternalitas positif, karena menimbulkan manfaat bagi pemulung
sampah.
Terdapat dua jenis pendapatan yang diterima
pemulung di kawasan Tempat Pembuangan Akhir Sampah, yaitu pendapatan berupa
uang dan pendapatan berupa barang dan jasa. Implikasi ekonomi pendapatan berupa
uang yang diterima pemulung menyebabkan meningkatnya kesejahteraan ekonomi
rumah tangga pemulung melalui meningkatnya anggaran belanja rumah tangga
pemulung, sedangkan implikasi ekonomi pendapatan berupa barang dan jasa yang
diterima pemulung menyebabkan meningkatnya kesejahteraan ekonomi rumah tangga
pemulung melalui berkurangnya pengeluaran pemenuhan kebutuhan rumah tangga pemulung,
yang secara tidak langsung meningkatkan anggaran belanja rumah tangga pemulung.
Peningkatan garis budget yang disebabkan pendapatan pemulung menyebabkan
peningkatan kepuasan atau kesejahteraan ekonomi pemulung sampah.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Sampah
merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses
dan sampah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan
prosedur yang benar. Pemulung sampah mengelola sampah yang tidak memiliki nilai
ekonomi sehingga menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi dengan cara
menyortir hasil pulungan sampah berdasarkan jenisnya, kemudian menjualnya
kepada pengepul sampah. Terdapat dua jenis pendapatan yang diterima pemulung, yaitu
pendapatan berupa uang dan pendapatan berupa barang dan jasa. Implikasi ekonomi
pendapatan berupa uang yang diterima pemulung menyebabkan meningkatnya
kesejahteraan ekonomi rumah tangga pemulung melalui meningkatnya anggaran
belanja rumah tangga pemulung. Sedangkan implikasi ekonomi pendapatan berupa
barang dan jasa yang diterima pemulung menyebabkan meningkatnya kesejahteraan
ekonomi rumah tangga pemulung melalui berkurangnya pengeluaran pemenuhan
kebutuhan rumah tangga pemulung, yang secara tidak langsung meningkatkan anggaran
belanja rumah tangga pemulung.
Pemerintah
yang dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan dapat hadir dan berperan
sebagai fasilitator dalam mengatur dan memberi masukan melalui paguyuban
pemulung tentang tata cara pengelolaan sampah yang dapat dilakukan untuk
mempertinggi nilai ekonomi sampah sehingga mempermudah pemulung sampah dalam
menjalankannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar