Temukan

Jumat, 20 April 2012

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Revolusi di bidang teknologi komunikasi dan informasi ternyata telah mempengaruhi hampir seluruh sendi-sendi kehidupan manusia modern, termasuk dalam dunia pendidikan dengan munculnya istilah-istilah seperti e-learning, e-book sampai e-education. Revolusi ini juga berpengaruh pada paradigma pendidikan akan “tempat” belajar, dimana gedung sekolah yang berdiri tegak dengan atap dan dinding akan semakin tak populer karena manusia bisa belajar di mana saja dengan bantuan teknologi. Di sini yang terpenting adalah interaksi manusia itu dengan materi pelajaran dan proses terusannya, pemahaman dan penguasaan ilmu. Di mana (sekolah?) atau kapan (pagi atau siang?) tidak lagi menjadi pertanyaan penting sebab otak manusia sekarang sudah terbiasa dengan konsep ruang dan waktu yang bersifat relatif. Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Moh. Surya (1997) menyebutkan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Proses belajar pada hakekatnya juga merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan. Manusia hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Oleh karena itu, George R. Knight (1982: 82) menganjurkan lebih banyak kebebasan untuk berekspresi bagi peserta didik dan lingkungan yang lebih terbuka sehingga peserta didik dapat mengerahkan energinya dengan cara yang efektif. Lebih lanjut, peserta didik harus dianggap sebagai makhluk yang dinamis, sehingga harus diberi kesempatan untuk menentukan harapan dan tujuan mereka dan guru (pendidik) lebih berperan sebagai penasehat, penunjuk jalan, dan rekan seperjalanan. Guru bukanlah satu-satunya orang yang paling tahu. Oleh karena itu, pembelajaran harus berpusat pada peserta didik (child centered), tidak tergantung pada text book atau metode pengajaran tekstual. B. RUMUSAN MASALAH 1. Hakikat belajar dan pembelajaran 2. Prinsip belajar dan azas pembelajaran 3. Faktor yang berpengaruh terhadap proses belajar 4. Teori belajar menurut konsep dan pandangan 5. Motivasi belajar 6. Pendekatan pembelajaran 7. Masalah-masalah dalam proses belajar 8. Kondisi belajar mengajar yang efektif 9. Konsep dasar evaluasi dan pembelajaran 10. Pembelajaran dan pengembangan kurikulum C. TUJUAN PENULISAN Untuk mengetahui dan memahami : 1. Hakikat belajar dan pembelajaran 2. Prinsip belajar dan azas pembelajaran 3. Faktor yang berpengaruh terhadap proses belajar 4. Teori belajar menurut konsep dan pandangan 5. Motivasi belajar 6. Pendekatan pembelajaran 7. Masalah-masalah dalam proses belajar 8. Kondisi belajar mengajar yang efektif 9. Konsep dasar evaluasi dan pembelajaran 10. Pembelajaran dan pengembangan kurikulum D. MANFAAT PENULISAN Hasil penulisan makalah ini diharapkan mempunyai manfaat teoritis dan manfaat praktif, sebagai berikut: 1. Manfaat bagi mahasiswa, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang belajar dan pembelajaran. 2. Manfaat bagi penulis sendiri selain untuk meningkatkan pemahaman penulis sekaligus juga sebagai salah satu syarat penilaian pada mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. BAB II PEMBAHASAN A. HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 1. Hakikat Belajar Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat (W. Gulö, 2002: 23). Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan prilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif (syah, 2003), dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar, dan salah satu tahapannya adalah yang dikemukakan oleh witting yaitu : • Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi; • Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi; • Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah, 2003). Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan (Roziqin, 2007: 62). 2. Hakikat Pembelajarn Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128). Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik. Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9). Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik. B. PRINSIP BELAJAR DAN AZAS PEMBELAJARAN Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual. Menurut buku “Belajar dan Pembelajaran' oleh Dimyati dan Mujiono, sebagai berikut : 1. Perhatian dan motivasi Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Motivasi adalah tenaga yang digunakan untuk menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Menurut H.L. Petri, “motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior”. Motivasi data merupakan tujuan pembelajaran. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan. 2. Keaktifan Belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses balajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan. 3. Keterlibatan langsung/berpengalaman Menurut Edgar Dale, dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya, mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar dari pengalaman langsung. Belajar secara langsung dalam hal ini tidak sekedar mengamati secara langsung melainkan harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak hanya keterlibatan fisik semata, tetapi juga keterlibatan emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan. 4. Pengulangan Menurut teori psikologi daya, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”, Thorndike mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengamatan-pengamatan itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pada teori psikologi Conditioning, respons akan timbul bukan karena oleh stimulus saja tetapi oleh stimulus yang di kondisikan, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas, mobil berhenti pada saat lampu merah. Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Walaupun kita tidak dapat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. 5. Tantangan Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan. 6. Balikan dan penguatan Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effectnya Thorndike. Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif atau escape conditioning. Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. 7. Perbedaan individu Siswa merupakan individual yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan belajar ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya. C. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES BELAJAR Pelaksanaan pengajaran selayaknya berperan pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun, situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses belajar mengajar itu sendiri. Situasi pengajaran itu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Faktor guru Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri, pola mengajar itu tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting, bagainmana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada siswa, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai siswa (Purwanto, 2007:104-105.) b. Faktor siswa Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian, kecakapan-kecakapan yang dimiliki masing-masing siswa itu meliputi kecakapan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan maupun kecakapan yang peroleh dari hasil belajar. Menurut M. Ngalim Purwanto dalam Saefuddin (1996:64), faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar bersifat individual adalah: 1. Kecerdasan/intelegensi 2. Motivasi, minat dan cita-cita 3. Pembawaan dan keturunan 4. Sifat-sifat pribadi seseorang 5. Kondisi kesehatan fisik dan mental c. Faktor kurikulum Secara sederhana arti kurikulum dalam kegiatan ini menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pada interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. d. Faktor lingkungan Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada disekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar . D. TEORI BELAJAR MENURUT KONSEP DAN PANDANGAN Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai model untuk pembelajaran yang berasal dari temuan beberapa ahli psikologi dan pendidikan. Para ahli yang mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian mencoba merumuskan konsep belajar dengan tujuan agar dapat mencerdaskan manusia mulai dikenal dengan konsep-konsep yang dikemukakannya, tentunya dengan argumentasi ilmiah mereka dalam hal yang mereka temukan tersebut. Namun, apakah teori belajar yang demikian terkenal itu merupakan teori belajar yang baik, terutama jika indikasinya untuk mempengaruhi pembelajaran dan proses sebelumnya yang disebut perencanaan pembelajaran dapat berhasil efektif membelajarkan manusia. Berikut adalah tiga teori belajar yang terkenal, yaitu: 1. Teori belajar behavioristik; 2. Teori belajar kognivistik; 3. Teori belajar konstruktivistik, E. MOTIVASI BELAJAR Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian motivasi menurut Wexly dan Yulk adalah: pemberian atau penimbulan motif. Sedangkan menurut Mitchell motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu. Huitt, W. (2001) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt, yaitu : 1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada perilaku seseorang; 2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang. Thursan Hakim (2000 : 26) mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut. Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004 : 2) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial, yakni : (1) faktor pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal, (2) tujuan yang ingin dicapai, (3) strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh factor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik sedangkan factor di luar diri disebut ekstrinsik. Faktor instrinsik berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedangkan factor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega atau faktor-faktor lain yang kompleks. Berkaitan dengan proses belajar siswa, motivasi belajar sangatlah diperlukan. Diyakini bahwa hasil belajar akan meningkat kalau siswa mempunyai motivasi belajar yang kuat. Motivasi belajar adalah keinginan siswa untuk mengambil bagian di dalam proses pembelajaran (Linda S. Lumsden: 1994). Siswa pada dasarnya termotivasi untuk melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran, atau merasa kebutuhannya terpenuh. Ada juga Siswa yang termotivasi melaksanakan belajar dalam rangka memperoleh penghargaan atau menghindari hukuman dari luar dirinya sendiri, seperti: nilai, tanda penghargaan, atau pujian guru (Marx Lepper: 1988). Menurut Hermine Marshall Istilah motivasi belajar mempunyai arti yang sedikit berbeda. Ia menggambarkan bahwa motivasi belajar adalah kebermaknaan, nilai, dan keuntungan-keuntungan kegiatan belajar belajar tersebut cukup menarik bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Pendapat lain motivasi belajar itu ditandai oleh jangka panjang, kualitas keterlibatan di dalam pelajaran dan kesanggupan untuk melakukan proses belajar ( Carole Ames: 1990). F. PENDEKATAN PEMBELAJARAN Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain : 1. Pendekatan Kontekstual Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa 2. Pendekatan Konstruktivisme Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005). Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar. 3. Pendekatan Deduktif – Induktif a. Pendekatan Deduktif Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005). b. Pendekatan Induktif Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan. 4. Pendekatan Konsep dan Proses a. Pendekatan Konsep Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep. b. Pendekatan Proses Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. 5. Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini. G. MASALAH-MASALAH DALAM PROSES BELAJAR Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. 1) Masalah-Masalah Internal Belajar Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar. Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak dapat belajar dengan baik. Terdapat beberapa faktor intern yang dialamai dan dihayati oleh siswa dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar. 2) Faktor-Faktor Ekstern Belajar Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsic siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktifitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan factor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa factor eksternal yang berpengaruh pada aktifias belajar. Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau murid menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki penilaian diri yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki penilaian diri yang positif. Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar memperhatikan peserta didiknya. H. KONDISI BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF Guru berperan sebagai pengelola proses belajar-mengajar sekaligus bertindak selaku fasilitator yang berusaha: a. menciptakan kondisi belajar-mengajar yang efektif, b. mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, c. meningkatkan kemampuan siswa, dan d. menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, guru dituntut mampu mengelola proses belajar-mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau belajar karena memang siswalah subjek utama dalam belajar. Dalam menciptakan kondisi belajar-mengajar yang efektif, guru harus mampu menggunakan metodologi pembelajaran dengan baik dan tepat. Menurut Rasyad (2003: 117) setiap guru dituntut menguasai kompetensi pembelajaran berikut. a. Mampu menguasai materi pembelajaran yang diajarkan b. Mampu mengelola program belajar mengajar c. Mampu mengelola kelas d. Mampu menggunakan media dan sumber belajar e. Mampu menggunakan landasan kependidikan f. Mampu mengelola interaksi belajar mengajar g. Mampu menilai prestasi peserta didik h. Mampu mengenali fungsi program bimbingan dan penyuluhan i. Mampu menyelenggarakan administrasi sekolah j. Mampu menguasai prinsip-prinsip penelitian I. KONSEP DASAR EVALUASI DAN PEMBELAJARAN Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran. Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation). Kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi. Tujuan utama evaluasi dan pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, taraf perkembangan, atau taraf pencapaian kegiatan belajar siswa. Tujuan khusus evaluasi dan pembelajaran adalah : a. Mengetahui kemajuan belajar siswa b. Mengetahui potensi yang dimiliki siswa c. Mengetahui hasil belajar siswa d. Mengadakan seleksi e. Mengetahui kelemahan atau kesulitan belajar siswa f. Memberi bantuan dalam pengelompokan siswa g. Memberikan bantuan dalam pemilihan jurusan h. Memberikan bantuan dalam kegiatan belajar siswa i. Memberikan motivasi belajar j. Mengetahui efektifitas mengajar guru k. Mengetahui efisiensi mengajar guru l. Memberikan balikan pada guru m. Memberikan bukti untuk laporan kepada orang tua atau masyarakat n. Memberikan data untuk penelitian dan pengembangan pembelajaran J. PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM Kata “kurikulum” berasal dari kata bahasa Latin yang berarti “jalur pacu”, dan secara tradisional, kurikulum sekolah disajikan seperti itu (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang (Zais, 1976:6). Lebih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum yakni: (1) kurikulum sebagai program belajar, (ii) kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii) kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (iv) kurikulum sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab sekolah,(v) kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing, (vi) kurikulum sebagai kehidupan terbimbing, (vii) kurikulum sebagi suatu rencana pembelajaran, (viii) kurikulum sebagai sistem produksi secara teknologis, dan (ix) kurikulum sebagai tujuan. Konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari: (i) kurikulum sebagai jalan meraih ijazah, (ii) kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii) kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (iv) kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v) kurikulum sebagai pengalaman belajar. Kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat (Depdikbud, 1986:1) Pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsur, yaitu: (1) nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya; (2) fakta emperik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum, studi, maupun survei lainnya; dan (3) landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotnya (Depdikbud, 1986:1) Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpangkal pada suatu kurikulum, dan dalam proses pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada satu sisi, guru adalah pembelajar siswa, yang secara kreatif membelajarkan siswa sesuai dengan kurikulum sekolah. Hal itu menunjukkan bahwa dalam tugas pembalajaran dipersyaratkan agar guru memahami kurikulum. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku mental karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Tujuan belajar dan pembelajaran mencakup tujuan intruksional, tujuan pembelajaran, dan tujuan belajar Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan prilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif, dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari beberapa tahap. Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik B. SARAN Untuk mendapatkan hasil belajar yang efektif, sebaiknya pengajar dan murid yang diajarkan saling memahami fungsi dan tugasnya masing-masing, ikuti kurikulum pembelajaran dan saling menghormati posisi dan kedudukan masing-masing, baik sebagai tenaga pengajar maupun murid-murid yang belajar. Karena kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Abdul Rahim Rashid. (1998). Ilmu Sejarah: Teori dan amalan dalam pengajaran Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit Alfabeta. Ausubel, D. P. (1963). The psychology of meaningful verbal learning. New York: Baharuddin, Wahyuni. 2010. Teori belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Based Education, dan Life Skills di SMU. Jakarta: Depdiknas. Bybee, R. W. (1993). Leadership, responsibility and reform in science education. dan pembelajaran Sejarah. Kertas kerja yang dibentangkan dalam Simposium Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. Depdiknas. (2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, High- Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, Bandung: Refika Aditama. Firdaus M Yunus. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B Grune & Stratton Inc. Gulö, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. Knight, George R. 1982. Issues and Alternatives in Educational Philosphy. Cet. XII, Michigan: Andrews University Press. Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka Naim, Ngainun dan Patoni, Achmad. 2007. Materi Penyusunan Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (MPDP-PAI). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roziqin, Muhammad Zainur. 2007. Moral Pendidikan di Era Global; Pergeseran Pola Interkasi Guru-Murid di Era Global. Malang: Averroes Press. Science Educator, 2,1–9. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya. Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan. Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia; Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Cet. III, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar