Menurut Arif Muttaqin
(2008:161) pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada pasien dengan cidera
kepala meliputi :
1. CT scan (compute tomography scanning)
dengan tanpa kontras
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan atau
tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral angiographi
Menunjukkan anomali sirkulasi seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang
patologis
5. Foto Rontgen (Sinar X)
Mendeteksi perubahan struktur tulang
(fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak
kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme
otak
8. CSS
Lumbal fungsi dapat di lakukan jika diduga
terjadi perdarahan subrakhnoid
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai peningkatan tekanan intracranial
10. Scren Toxsikologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat
penurunan kesadaran
11. Rontgen thoraks dua arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen toraks menyatakan akumulasi
udara/cairan pada area pelural
12. Torask sentesis menyatakan darah atau cairan
13. Analisa gas darah
Analisa gas darah adalah salah satu tes
diagnostik untuk menentukan status respirasi yang dapat digambarkan melalui
pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam.
Menurut Asmadi (2008:165), kecemasan atau
anxietas merupakan hal yang akrab dalam hidup manusia. Ansietas bukanlah hal
yang aneh karena setiap orang pasti pernah mengalami ansietas dengan berbagai
variannya. Ansietas sangat berhubungan dengan perasaan tidak pasti dan ketidakberdayaan
sebagai hasil penilaian terhadap suatu objek atau keadaan. Keadaan emosi ini
dialami secara subjektif, bahkan terkadang objeknya tidak jelas. Artinya, seseorang
dapat saja menjadi cemas, narnun sumber atau sesuatu yang dicemaskan tersebut
tidak tampak nyata. Ansietas ini dapat terlihat dalarn hubungan interpersonal.
Menurut Gunarsa (2008:27), kecemasan atau
anxietas adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Pengaruh
kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan, merupakan masalah penting dalam
perkembangan kepribadian. Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam
menggerakkan tingkah laku. Baik tingkah laku normal maupun tingkah laku yang
menyimpang, yang terganggu, kedua-duanya merupakan pernyataan, penampilan,
penjelmaan dan pertahanan terhadap kecemasan itu. Jelaslah bahwa pada gangguan
emosi dan gangguan tingkah laku, kecemasan merupakan masalah pelik. Semua orang
pasti merasakan kecemasan dalam derajat tertentu. Bahkan kecemasan yang ringan
dapat berguna yakni dalam memberikan rangsangan terhadap seseorang. Rangsangan
untuk mengatasi kecemasan dan membuang sumber kecemasan. Kecemasan yang
menyebabkan seseorang putus asa dan tidak berdaya sehingga mempengaruhi seluruh
kepribadiannya adalah kecemasan yang negatif. Rasa takut ditimbulkan oleh
adanya ancaman, sehingga seseorang akan menghindar diri dan sebagainya.
Menurut Supratiknya (2009:81), fungsi
kecemasan adalah memperingatkan sang pribadi akan adanya bahaya; ia merupakan
isyarat bagi ego bahwa kalau tidak dilakukan tindakan-tindakan tepat, maka
bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan. Kecemasan adalah suatu keadaan
tegangan; ia merupakan suatu dorongan seperti lapar dan seks, hanya saja ia
tidak timbul dari kondisi-kondisi jaringan di dalam tubuh melainkan aslinya
ditimbulkan oleh sebab-sebab dari luar. Apabila timbul kecemasan maka ia akan
memotivasikan sang pribadi untuk melakukan sesuatu. Sang pribadi bisa lari dari
daerah yang mengancam, menghalangi impuls yang membahaya kan atau menuruti
suara hati.
Menurut Asmadi (2008:165), ansietas dapat
menjadi suatu kekuatan motivasi untuk pertumbuhan dan perkembangan pada
individu yang bersangkutan. Dapat pula ansietas menjadi suatu beban berat yang
menyebabkan individu tersebut hidupnya selalu di bawah bayang-bayang ansietas
yang terus berkepanjangan. Ansietas berkaitan dengan stres. Olah karena
ansietas timbul sebagai respons terhadap stres, baik stres fisiologis maupun
psikologis. Artinya, ansietas terjadi ketika seseorang merasa terancam baik
secara fisik maupun psikologis. Stres merupakan bagian yang tidak dapat
terelakan dalam hidup manusia. Meskipun dernikian, stres bukanlah merupakan
sesuatu yang patologis. Terihat jelas bahwa ansietas ini mempunyai dampak
terhadap kehidupan seseorang, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Apalagi bila ansietas ini dialami oleh klien yang dirawat di rumah sakit.
Berbagai situasi dan kondisi akan mernbuatnya semakin cernas. Oleh karenanya
perawat sebagai tenaga kesehatan profesional tidak boleh mengabaikan aspek
ernosi ini dalam memberikan asuhan keperawatan.
Menurut
Supratiknya (2009:81), Freud membedakan tiga macam kecemasan, yakni kecernasan realitas,
kecemasan neurotik, dan kecemasan moral atau perasaan perasaan bersalah. Tipe
pokoknya adalah kecemasan realitas atau rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di
dunia luar, kedua tipe kecemasan lain berasal dari kecemasan realitas ini. Kecemasan
neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting-insting akan lepas dari
kendali dan menyebabkan sang pribadi berbuat sesuatu yang bisa mernbuatnya
dihukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu
sendiri, melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu
insting dipuaskan.
Menurut
Gunarsa (2008:27), kecemasan atau anxietas dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar,
mungkin juga oleh bahaya dari dalam diri seseorang, dan pada umumnya ancaman
itu samar-samar. Bahaya dari dalam, timbul bila ada sesuatu hal yang tidak
dapat diterimanya, misalnya pikiran, perasaan, keinginan, dan dorongan.
Menurut Asmadi
(2008:165-166), ada beberapa teori yang menjelaskan asal ansietas, yaitu :
1. Teori psikoanalisis
Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas
adalah konflik ernosional yang terjadi antara dua elernen kepribadian yaitu id
dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen
tersebut, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahava.
2. Teori interpersonal
Dalam pandangan interpersonal, ansietas
timbul dari perasaan takut terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang
lain. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti
kehilangan dan perpisahan dengan orang yang dicintai. Penolakan terhadap
eksistensi diri oleh orang lain ataupun masyarakat akan menyebabkan individu yang
bersangkutan menjadi cernas. Namun bila keberadaannya diterima oleh orang lain,
maka ia akan merasa tenang dan tidak cernas. Dengan demikian, ansietas
berkaitan dengan hubungan antara manusia.
3. Teori perilaku
Menurut pandangan perilaku, ansietas
merupakan hasil frustasi. Ketidakrnampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu
tujuan yang diinginkan akan menimbulkan frustasi atau keputusasaan.
Keputusasaan inilah yang menyebabkan seseorang menjadi ansietas.
Tabel 2.4
Tingkat Ansietas dan Karakteristik
Tingkat Ansietas
|
Karakteristik
|
Ansietas Ringan
|
·
Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa
sehari-hari
·
Kewaspadaan meningkat
·
Persepsi terhadap lingkungan meningkat
·
Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan
menghasilkan kreativitas
·
Respons fisiologis: sesekali napas pendek, nadi dan
tekanan darah meningkat sedikit, gejaia ringan pada lambung, muka berkerut,
serta bibir bergetar
·
Respons kognitif: mampu menerirna rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan
terangsang untuk melakukan tindakan
·
Respons perilaku dan ernosi: tidak dapat duduk
tenang, tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi
|
Ansietas Sedang
|
·
Respons fisiologis: sering napas pendek, nadi ekstra
sistol dan tekanan darah meningkat, mulut keririg. anoreksia.
diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih, dan letih
·
Respons kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit. dan
rangsangan dari luar tidak mampu diterima
·
Respons perilaku dan emosi: gerakan tersentak-sentak,
terlihat lebih tegang, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan
perasaan tidak aman
|
Ansietas Berat
|
·
Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan
mengabaikan hal yang lain
·
Respons fisiologis: napas pendek, nadi dan tekanan
darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan berkabut. serta tampak
tegang
·
Respons kognitif: tidak mampu berpikir berat lagi dan
membutuhkan banyak pengarahan/tuntunan, serta lapang persepsi menyempit
·
Respons perilaku dan emosi: perasaan mengancam meningkat
dan komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat)
|
Panik
|
·
Respons fisiologis: napas pendek, rasa tercekik dan
palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi serta rendahnya koordinasi motorik
·
Respons kognitif: gangguan realitas, tidak dapat berpikir
logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami
situasi
·
Respons perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah,
ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali/kontrol diri (aktivitas motorik
tidak menentu), perasaan terancam. serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan
din sendiri dan/atau orang lain
|
Menurut Asmadi
(2008:168), faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa cernas dapat
berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya (faktor
eksternal). Namun demikian pencetus ansietas dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori
yaitu:
1. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi
ketidakrnampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.
2. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya
sesuatu yang dapat mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan
status/peran diri, dan hubungan interpersonal.
Menurut
Supratiknya (2008:80) reaksi umum individu terhadap ancaman-ancaman rasa sakit
dan perusakan dari luar yang tak siap ditanggulangi ialah menjadi takut.
Menghadapi ancaman biasanya orang merasa takut. Kewalahan menghadapi stimulasi
berlebihan yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka ego menjadi diliputi
kecemasan.
Dalam hal ini, yang meliputi kecemasan pasien
trauma kapitis (post KLL) adalah ancaman integritas diri yang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya, seperti bekerja, sekolah dan
lain-lain. Selain itu, ancaman terhadap sistem diri juga meliputi kecemasan
pasien. Ancaman terhadap sistem diri yang dimaksud adalah identitas diri, harga
diri, kehilangan status/peran diri dan hubungan interpersonal.
Menurut Nursalam (2008) Alat ukur yang
dipakai untuk mengetahui tingkat kecemasan menggunakan modifikasi Hamilton
Rate Scale for Anxiety (HRSA) yang sudah dikembangkan oleh Psikiatri Biologi
Jakarta (KPBJ). Total nilai yang diperoleh menunjukkan tingkat keparahan : rendah
(total nilai < 5); rendah sampai sedang (total nilai: 6-10); sedang sampai
parah (total nilai: 11-15); dan sangat parah (total nilai > 16). dalam
bentuk Anxiety Analog Scale (AAS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar