Temukan
Kamis, 11 Januari 2018
Tugas Selasa Pagi
Hadits Shahih Bukhari Fara’id Dua bagian laki-laki satu bagian perempuan.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ مَرِضْتُ فَعَادَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَهُمَا مَاشِيَانِ فَأَتَانِي وَقَدْ أُغْمِيَ عَلَيَّ فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَبَّ عَلَيَّ وَضُوءَهُ فَأَفَقْتُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَصْنَعُ فِي مَالِي كَيْفَ أَقْضِي فِي مَالِي فَلَمْ يُجِبْنِي بِشَيْءٍ حَتَّى نَزَلَتْ آيَةُ الْمَوَارِيثِ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Muhammad bin Al Munkadir, ia mendengar Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhuma mengatakan; aku pernah sakit, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan Abu Bakar menjengukku dengan berjalan kaki. Keduanya mendatangiku ketika aku sedang pingsan, maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam berwudhu', dan sisa wudhunya beliau guyurkan kepadaku sehingga aku siuman (sadar). Maka aku bertanya; 'Bagaimana yang harus aku lakukan terhadap hartaku?, bagaimana yang harus aku putuskan terhadap hartaku? ' Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sama sekali tidak menjawab sepatah kata pun hingga turun ayat waris. (BUKHARI - 6228).
Nama Lengkap : Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu Raja'
Negeri semasa hidup : Himsh
Wafat : 240 H
JALUR SANAD KE - 1
Jabir bin 'Abdullah bin 'Amru bin Haram
Urutan Sanad
Muhammad bin Al Munkadir bin 'Abdullah bin Al Hudair
Urutan Sanad
Sufyan bin 'Uyainah bin Abi 'Imran Maimun
Urutan Sanad
Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah
Hikmah di balik ini adalah bahwa sesungguhnya laki-laki mempunyai kekhususan dan urusan-urusan dalam masyarakat sosial yang ditemui dalam perempuan seperti perempuan juga mempunyai kekhususan dan urusan-urusan yang tidak ditemui dalam laki-laki. Seperti halnya keduanya juga mempunyai titik persamaan di sebagian masalah yang lain. Oleh sebab itu, ketika Allah SWT menurunkan hukum-hukum, maka tidak menjadikan laki-laki dan perempuan sama posisi dalam masyarakat sosial. Diantara kekhususan laki-laki adalah jihad dan memimpin dunia, sibuk dengan berbagai pekerjaan, beragam profesi dan hal yang berkaitan dengan pekerjaan maupun jasa lainnya yang tidak mampu dilakukan oleh kaum perempuan. Selain itu, kaum perempuan yang memang tidak keluar dari rumahnya bahkan menutup diri, akan enggan melakukan hal-hal tersebut. Padahal semua itu yang menjadi lantaran pembangunan (kemajuan) alam semesta ini. Karena kemaslahatan dalam ibadah badan maupun hukum-hukum antara kaum laki-laki dan perempuan adalah sama, Allah SWT menyamakan antara laki-laki dan perempuan pada kedua hal tersebut. Namun dalam masalah warisan, persaksian dan lainnya, maka tidak disamakan antara keduannya. Karena akal pria lebih sempurna dari perempuan dan perempuan lebih kurang akalnya dari laki-laki, maka kesaksian perempuan dijadikan setengah persaksian laki-laki. (sisi rasionalis laki-laki lebih dominan sedangkan sisi emosional perempuan lebih dominan). Ketika laki-laki lebih maslahat dalam urusan sosial dan perempuan tidak menanggung penderitaan sebagaimana kaum laki-laki, misalnya dalam menanggung biaya dan selainnya, maka Allah SWT menjadikan bagian laki-laki dalam warisan dua kali lipat dari bagian perempuan.
Persamaan antara keduanya dalam ibadah badan, tidak menafikan untuk membedakan hukum antara keduanya dalam situasi yang sangat mulia, yaitu Shalat Jum’at dan Shalat Jema’ah.
Hal yang paling menonjol dalam pembahasan tentang keadilan menyangkut hukum kewarisan Islam adalah hak tentang sama-sama dan saling mewarisi antara laki-laki dan perempuan khususnya aturan bagian 2 : 1 antara laki-laki dan perempuan dengan tanpa menafikkan hikmah di balik porsi aturan bagian dalam hukum waris Islam itu sendiri. Dasar yang digunakan oleh pakar waris dalam hal aturan bagian waris laki-laki dan perempuan adalah Al-Qur‟an surat al-Nisa‟ ayat 11 yang menyatakan:
Ayat waris tersebut memberikan kepada kita suatu pemahaman dan prinsip untuk mengakui hak perempuan yang sebelumnya tidak pernah diakui dan membatasi hak laki-laki yang sebelumnya tanpa batas soal warisan. Oleh karena itu ayat ini berbunyi, li al-dzakar mitsl hadzdzi al-untsayain (bagian laki-laki adalah seperti bagian dua perempuan), bukan li al-untsa nishf hadzdzi al-dzakar (bagian perempuan separuh bagian laki-laki). Penekanannya adalah pada pembatasan jatah laki-laki (li al-dzakar). Pembagian ini didasarkan pada tradisi yang berlaku pada saat itu bahwa status laki-laki dalam keluarga adalah sebagai seorang pemimpin, pelindung, dan penanggungjawab wanita, sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Nisa‟/4: 34:
Penggugat aturan bagian waris 2 : 1 menjadi 1 : 1, umumnya berpendapat bahwa aturan bagian 2 : 1 bagi laki-laki dan perempuan merupakan aturan bagian yang tidak adil. Terutama apabila dihubungkan dengan perkembangan zaman sekarang yang sekurang-kurangnya dalam banyak kasus, dunia kerja dan/atau dunia usaha dalam konteks pendapatan ekonomi dan keuangan rumah tangga, tidak lagi menjadi monopoli kaum laki-laki seperti halnya di masa-masa lalu. Di zaman moderan kini dunia kerja/usaha juga sudah menjadi domain kaum perempuan, dalam hal ini justru istri atau ibu rumah tangga. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu, tidak jarang penghasilan ekonomi istri/ibu jauh lebih besar daripada penghasilan ekonomi para suami/ayah.
Sebelum Islam datang wanita sama sekali tidak mendapatkan bagian warisan. Setelah Islam datang, wanita diberi bagian warisan meskipun hanya setengah dari laki-laki. Karena itu dapat dipahami bahwa jiwa dari ayat waris tersebut ialah bahwa pada dasarnya usaha meningkatkan hak dan derajat wanita itu harus terus dilakukan dan tidak boleh terhenti. Kemudian oleh karena kehidupan modern sekarang ini telah memberikan kewajiban yanglebih besar kepada wanita dibandingkan pada masa lalu sehingga wanita kini juga dapat memberikan peran yang sama dengan laki-laki dalam masyarakat, maka logis saja kalau hak-haknya dalam warisan juga ditingkatkan agar sama dengan bagian laki-laki.
Arti keadilan dalam hukum waris
Islam bukan diukur dari kesamaan tingkatan antara ahli waris, tetapi ditentukan berdasarkan besar-kecilnya beban tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka, ditinjau dari keumuman keadaan kehidupan manusia.
Kalender 2018
Kalender 2018 versi pdf
nih linknya : https://app.box.com/s/zvjdms1p66np0nw9aamd4ulef6poxrjv
Langganan:
Postingan (Atom)